Pada tulisan kali ini kami akan berbagi sesuatu yang sangat penting terkait dengan warisan. Kenapa kami katakan sangat penting? karena berdasarkan pengalaman kami selama ini munculnya perpecahan keluarga lebih banyak diakibatkan karena masalah waris. Munculnya masalah disebabkan kurangnya pengetahuan ahli waris mengenai keluarga dan tidak diantisipasi sejak dini potensi masalah terkait waris. Baik berikut ini kami sajikan cara Mengantisipasi Sejak Dini Sengketa Warisan Keluarga yang di tulis oleh Ustadz Ahmad Bisyri, Lc, MA Konsultan sekaligus pendiri Lembaga Konsultan & Training Waris.
MUQODDIMAH
Banyak
orang yang ngeri membicarakan soal warisan di keluarga mereka. Banyak orang
yang sungkan bertanya soal warisan keluarga kepada saudaranya sendiri. Banyak
orang menahan diri dengan berbagai alasan untuk membagi warisan keluarga.
Banyak pula
alasan yang diungkapkan oleh mereka untuk tidak membahas soal warisan keluarga
mereka itu. Diantaranya: menjaga tali silaturrahim, khawatir terjadi keributan
keluarga, merasa sudah cukup dengan harta yang diperoleh dari usaha dan kerja
mereka.
Sesungguhnya
pembagian warisan keluarga bukanlah permasalahan butuh harta atau tidak, bukan
juga karena keinginan pribadi ahli waris.
Pembagian
harta warisan keluarga adalah perintah Allah swt dalam surat
an-nisa:11,12,13,14. Perintah yang sangat kuat seperti perintah dalam melakukan
ibadah-ibadah yang sudah kita kenal.
Kasus demi
kasus sengketa warisan keluarga terus di pertontonkan oleh media masa yang ada.
Mulai dari televisi sampai berita on line kerap memuat sengketa waris keluarga.
Banyak orang ngeri dan khawatir hal serupa terjadi pada keluarga mereka
sehingga muncul ketakutan berlebihan untuk membicarakan warisan keluarga kepada
sesame saudara mereka.
Sikap yang
salah ini harap tidak dipelihara oleh keluarga muslim di Indonesia. Sikap
mendiamkan warisan tanpa pembagian yang benar bukanlah jalan untuk mendapatkan
kedamaian dalam keluarga. Sikap seperti itu hanyalah menunda kekacauan dan
perpecahan keluarga. Waspadalah.
- Kebodohan terhadap hukum waris islam
- Keimanan yang goyah
- Poligami yang disembunyikan
- Konsep nafkah istri yang tidak sesuai syariat
- Kepemilikan yang tidak jelas dari muwarist
- Profokasi lingkungan pergaulan
KEBODOHAN
TERHADAP HUKUM WARIS ISLAM
Maaf jika
tidak nyaman dengan penggunaan istilah kebodohan. Kebodohan yang dimaksud
bukanlah tidak berilmu tetapi kebodohan yang dimaksud adalah keengganan untuk
menggunakan hukum waris islam dalam pembagian warisan keluarga walaupun sudah
mengetahui hukum waris islam.
Jika dalam
satu keluarga ada ahli waris yang enggan menggunakan hokum waris islam sebagai
acuan pembagian warisan maka sengketa dalam pembagian warisan keluarga tersebut
tak dapat dihindari lagi. Sebagian ahli waris ingin menggunakan hokum waris
islam sementara ahli waris yang lain ingin menggunakan hokum selain hokum waris
islam maka sengketa akan terjadi.
Keengganan
itu bisa saja di picu oleh banyaknya syubuhat atau hal-hal yang diragukan dari
aturan hukum waris islam. Masih ragu dengan esensi keadilan dalam pembagian 2:1
atau ragu dengan aturan lainnya. Jika kita meragukan sebuah aturan dalam hokum
waris islam maka hendaknya kita mencari pencerahan dari para ulama ilmu faroidh
yang memiliki pemahaman yang mendalam. Hapuskan buruk sangka di hati atas
setiap aturan Allah swt di dalam ajaran islam.
Jika kita
belum mengerti tentang suatu aturan dalam hokum islam namun kita tidak mau
mencari pencerahan untuk memahami lebih dalam akan aturan itu maka selamanya
kita akan bodoh terhadap aturan itu dan selanjutnya kita akan meninggalkannya
dan menentangnya.
Itulah
kebodohan yang sesungguhnya dalam pandangan islam. Itulah esensi sebutan “abu
Jahal” untuk ‘Amru bin Hisyam yang
menjadi musuh islam nomor wahid dalam sejarah. Dia mengetahui apa yang
diajarkan oleh nabi saw kepada para pengikutnya namun ia tidak mau untuk
menggali lebih dalam apa yang dia ketahui dan belum difahami secara mendalam.
Kebodohan
terhadap aturan dan hokum Allah swt membuat seseorang menentang dan angkuh.
Dengan keangkuhan itu ia akan berhadapan dengan keluarganya sendiri maka
terjadilah sengketa warisan.
Antisipasi
dini untuk sebab tersebut adalah mau membaca dan mempelajari hokum waris islam
dengan hati yang jernih kepada para guru dan ulama yang mendalam ilmunya dalam
hal hokum waris islam.
Ajarkan
keluarga kita akan hukum waris islam sejak dini secara mendalam agar tidak
menimbulkan sengketa di masa yang akan datang ketika Allah swt memanggil anda
ke pangkuanNya.
KEIMANAN
YANG GOYAH
Iman
seseorang tidaklah bersifat stabil.
Keimanan itu fluktuatif, kadang ia kokoh dan kuat dan di lain waktu
keimanan tersebut lemah dan sangat rapuh. Kuat dan lemahnya iman seseorang itu
tergantung beberapa hal diantaranya: teman pergaulan, kondisi ekonomi, situasi
yang dialami dan lainnya.
Ketika
keimanan itu goyah dan bersamaan dengan hal itu terjadi pembicaraan tentang
pembagian warisan keluarga maka potensi sengketa di dalam keluarga itu akan
muncul. Ahli waris yang imannya sedang goyah cenderung emosi dan mengikuti hawa
nafsunya. Akal sehatnya tersingkirkan dan jiwanya tidak stabil. Jika berdiskusi
dengan orang lain dalam urusan apapun maka diskusi tersebut tidak akan berjalan
dengan baik.
Dalam
membahas pembagian warisan keluarga, orang yang imannya goyah selalau merasa
dicurangi, dizalimi, dan di bohongi. Perasaan itu terus menghantui jiwanya
sehingga tidak dapat memahami pandangan orang lain dengan baik dan tenang.
Salah faham dalam sebuah diskusi sangat fatal akibatnya.
Antisipasi
dini dalam urusan ini adalah dengan terus menerus menjaga stabilitas iman kita
masing-masing. Menjaga stabilitas keimanan dapat dilakukan dengan rajin
berzikir dalam berbagai situasi yang dihadapi. Bisa juga dengan rajin membaca
siroh zatiyah/perjalanan hidup para sahabat nabi saw atau para tabiin. Bisa
juga dilakukan dengan memilih pergaulan yang sehat.
Jika
keimanan anggota keluarga kita selalu terjaga stabilitasnya maka mereka dapat
menghadapi musibah kematian dengan tegar dan tabah. Mereka dapat membicarakan
penyelesaian pembagian warisan al-marhum dengan kepala dingin dan fikiran
jernih sehingga kecil kemungkinan sengketa warisan keluarga akan terjadi.
POLIGAMI
YANG DISEMBUNYIKAN
Poligami
itu halal 100%. Kenapa banyak orang menyembunyikan poligami yang mereka
lakukan? Mungkin mereka beralasan tidak mau rebut dengan istri pertama. Alasan
itu mungkin sekilas terlihat logis dan memuaskan namun saya perlu mengingatkan
bahwa poligami yang disembunyikan itu berdampak negative untuk diri sendiri dan
juga ahli waris jika sang suami meninggal dunia.
Dampak
negative itu diantaranya : istri pertama menyangka bahwa dirinya adalah
satu-satunya pemegang hak waris istri dari suaminya sehingga ia tidak akan
berbagi jatah waris istri dengan perempuan lain yang datang mengaku sebagai istri
al-marhum. Begitu juga dengan anak-anak yang lahir dari poligami tersembunyi
itu bisa jadi tidak akan dimasukan dalam daftar ahli waris. Jika demikian ahli
waris yang dapat warisan itu akan memakan harta saudaranya dengan jalan yang
batil dan haram. Belum lagi pertengkaran
dan permusuhan akan terjadi antara dua kelompok yang sebenarnya keduanya adalah
anak dan istri almarhum. Mengerikan sekali .
Jika
seorang laki-laki yang memiliki kekuatan ekonomi, fisik, mental dan ilmu
pengetahuan itu ingin menikah untuk kedua atau ketiga atau keempat kalinya
dengan seorang perempuan maka hendaklah ia memperkenalkan dan mengumumkan hal
itu kepada istri dan anak-anaknya.
Begitu juga
seorang istri yang suaminya menikah lagi dengan perempuan lain hendaknya dapat
mengendalikan suasana jiwanya yang bergejolak hebat. Poligami bukanlah
pengkhianatan terhadap istri. Poligami adalah hak yang harus dijalankan dengan
benar dan terhormat. Oleh karenanya poligami butuh dukungan semua pihak.
Pemerintah
hendaknya dapat memfasilitasi poligami dengan aturan-aturan yang logis dan
terhormat. Pemerintah hendaknya tidak mempersempit ruang kehidupan ekonomi
orang yang berpoligami. Poligami yang didukung oleh semua pihak juga akan
menguntungkan semua pihak. Poligami menguntungkan pria, menguntungkan wanita,
menguntungkan keluarga, menguntungkan lingkungan, menguntungkan bangsa dan
Negara.
Jika
poligami mendapat dukungan maka tidak aka nada lagi yang menyembunyikan
poligaminya dan sengketa warisan keluarga dapat di antisipasi sejak dini.
KONSEP
NAFKAH ISTRI YANG TIDAK SESUAI SYARIAT
Kebanyakan
orang menganggap bahwa uang belanja istri adalah nafkah secara utuh. Jika sudah
memberikan uang belanja maka gugurlah kewajiban nafkah suami terhadap istrinya.
Akibatnya istri tidak pernah memiliki kekayaan dalam hidupnya.
Pada saat
suaminya meninggal dunia sang istri merasa perlu menuntut hak nafkahnya yang
kurang saat hidup bersama suaminya. Sang istri menuntut pembagian 50% dari warisan suami sebelum
warisan itu dibagi kepada ahli waris yang lain.
Jika hal
itu terjadi maka ahli waris yang lain pasti tidak akan terima. Memang jika
diajukan kepangadilan agama si istri akan dimenangkan oleh pengadilan. Namun
sengketa tidak akan berakhir dengan keputusan pengadilan tersebut. Sang istri
menang di pengadilan dan silaturrahmi tetap terputus dan tidak akan tersambung
lagi. Apakah itu yang diharapkan oleh kita semua?. Apakah kita cukup dengan
keputusan menang kalah di pengadilan. ?Tidak adakah solusi dari sengketa
semacam ini?
Bagaimanakah
konsep nafkah istri sebenarnya? Istri adalah wanita yang dinikahi oleh seorang
pria dan wajib memenuhi kebutuhan hidup pria yang menikahinya. Oleh karenanya
istri juga berhak untuk dipenuhi semua kebutuhan hidup oleh suami yang
menikahinya. Itu lah pola fikir nafkah
yang adil.
Rincian
dari pola fikir nafkah yang adil itu diantaranya, seorang suami wajib memenuhi
kebutuhan istri secara financial di luar kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Istri perlu mendapat alokasi dana khusus untuk dirinya yang tidak boleh
diganggu oleh kebutuhan keluarga. Dengan demikian istri dapat memiliki kekayaan
pribadi seperti halnya jika ia bekerja tanpa menjadi istri. Pada saat suami
meninggal dunia maka tidak ada lagi tuntutan logis untuk mengambil 50% dari
harta warisan sebelum dibagi kepada ahli waris. Jika hal tersebut dipenuhi namun istri masih menuntut 50% tadi maka
itulah istri yang serakah.
Prof.DR.
Abdul Mun’in al-birri seorang dosen dan ulama al-azhar as-syarif ,Cairo pernah
bercerita tentang pribadinya dalam urusan nafkah istri. Beliau bercerita: istri
saya seorang dokter umum namun saya tidak ingin istri saya sibuk di rumah sakit
agar urusan rumah tangga tidak terbengkalai. Untuk itu saya mengatakan kepada
istri saya, “berapapun gaji yang kamu terima jika kamu sibuk di rumah sakit
maka akan saya ganti”. Subhanallah seorang suami yang bijak dalam menafkahi
istrinya patut menjadi contoh untuk kita semua.
Setidaknya
ada lima komponen nafkah yang harus kita bangun dalam benak fikiran kita agar
istri mendapatkan hak mereka sesuai dengan tugas mereka untuk taat kepada
suami. Nafkah itu adalah : baiya makan dan minum sehari hari, biaya pakaian
sesuai kebutuhan, biaya merawat kecantikan, biaya komunikasi, tabungan pribadi
istri.
Mungkin
yang perlu saya jelaskan adalah tabungan pribadi istri. Ini adalah hal yang
telah dilupakan oleh banyak suami. Istri kita memiliki ketaatan mutlak untuk
kita. Bahkan mereka wajib taat kepada suami melebihi taat kepada orang tua
sendiri. Dengan demikian sangat wajar jika istri berhak untuk mendapatkan jatah
tabungan pribadi sebagai kompensasi totalitas ketaatannya kepada suami.
Di sisi
lain , istri juga memiliki kepentingan lain di luar urusan rumah tangga yang
membutuhkan biayak arisan, kondangan, bersedekah dan lainnya. Untuk itu
semua ia membutuhkan dana pribadi yang berhak diatur sendiri. Tabungan pribadi
istri itulah jawaban yang tepat untuk segala kebutuhan di luar urusan rumah
tangganya.
Jika nafkah
istri sudah ideal lalu suami wafat maka tidak adalagi alasan untuk menuntut
separuh dari kekayaan suami sebelum di bagi warisan.
KEPEMILIKAN
MUWARRIST YANG TIDAK JELAS
Masyarakat
muslim kita terdahulu dan sampai hari ini tidak terlalu peduli dengan arsip dan
dokumentasi kepemilikan. Masih banyak sekali masyarakat kita yang tidak mau
mengurus dokumen kepemilikan itu secara sah, mereka menganggap remeh akan
dokumentasi tersebut. Mereka merasa cukup dengan pengakuan kepemilikan oleh
orang lain secara verbal tanpa tulisan sedikitpun.
Ini adalah
sikap yang kurang tepat dan perlu perubahan pola fikir. Dokumentasi dan arsip
kepemilikan itu sangat penting saat kita hidup dan saat kita mati. Saat kita
hidup dokumentasi kepemilikan menjadi penguat kepemilikan dan bukti yang sah.
Bahkan atas nama dalam sebuah dokumentasi kepemilikan pun bisa jadi tidak
menunjukkan kepemilikan orang yang namanya tertera di dokumen tersebut. Apalagi
jika tidak ada dokumentasi kepemilikan. Dengan demikian dokumentasi kepemilikan
menjadi begitu penting untuk diri kita
dan keluarga kita.
Di saat
kita mati dokumentasi kepemilikan sangat dibutuhkan untuk pemecahan warisan
kita. Dengan dokumentasi kepemilikan tersebut maka ahli waris kita akan mudah
mengenali kekayaan yang menjadi hak mereka dalam hokum waris islam. Jika
dokumentasi kepemilikan tidak ada maka ahli waris akan terancam kehilangan
warisan mereka. Nau’zubillah min zalik.
Sengketa
dalam pemecahan warisan sering terjadi akibat kepemilikan yang tidak jelas.
Contoh : seorang ayah memberikan sebuah rumah kontrakan kepada putranya yang
sudah menikah dengan ucapan: “kontrakan itu buat kamu, silahkan tinggal di
situ”. Namun ucapan itu tidak diiringi dengan pembuatan dokumentasi balik nama
hibah atas nama si anak. Apakah yang terjadi setelah si ayah meninggal?
Anak-anak
yang lain pasti menganggap rumah kontrakan itu masih menjadi milik ayah mereka
sehingga mereka menuuntut pembagian warisan dari rumah kontrakan tersbut. Si
anak yang menerima hibah tadi tentu menolak pendapat ahli waris tersbut.
Sengketa dan pertengkaran lah yang akan terjadi.
Begitu juga
dengan pencampuran kepemilikan antara suami dan istri tanpa keterangan saham
masing-masing. Hal seperti ini adalah kepemilikan yang tidak jelas dan pada
saatnya akan menjadi pemicu sengketa warisan keluarga.
Sudah
menjadi hal yang lumrah di tengah masyarakat kita bahwa suami dan istri biasa
membeli rumah tinggal mereka secara urunan bersama. Biasanya mereka
mengeluarkan dana tanpa memperhitungkan dan tanpa catatan. Mereka beranggapan
tidak pantas bersikap “perhitungan” terhadap suami atau istri. Masyarakat beranggapan bahwa sikap
“perhitungan” berarti bakhil atau pelit dan tidak harmonis. Innalillahi wa inna
ilaihi rojiun.
Jika
persepsi seperti itu terus dipertahankan maka ketidak jelasan akan kepemilikan
harta oleh suami atau istri akan menjadi kenyataan. Pada saatnya rumah yang
dibeli secara urunan dan dimiliki bersama akan menjadi sengketa saat pembagian
warisan.
Untuk mengantisipasi
sengketa warisan sejak dini, saya merekomendasikan agar kepemilikan bersama
antara suami dan istri di lakukan pencatatan prosentase secara jelas dan
transparan. Berapa persen hak suami dan berapa persen hak istri dari rumah tersebut.
Kejelasan prosentase itulah yang nantinya akan menyelamatkan ahli waris mereka
dari sengketa.
Begitu juga
kepemilikan yang tidak jelas yang diakibatkan oleh hibah atau pemberian
setengah hati dapat diantisipasi dengan lebih memahami hibah itu sendiri dan
berfikir lebih dalam akan konsekwensi hibah kepada ahli waris sebelum melakukan
hibah.
Sedangkan
sengketa yang disebabkan oleh tidak adanya dokumen resmi dalam kepemilikan maka
dapat diantisipasi dengan membuat dokumen, memperlihatkan dokumen kepada ahli
waris dan memberi penjelesanan kepada mereka. Muwarist hendaknya dapat bersikap
terbuka kepada ahli warisnya tentang status kepemilikannya. Dengan demikian
asset waris menjadi jelas dan tidak lagi berpotensi sengketa pada saatnya.
PROVOKASI
LINGKUNGAN PERGAULAN
Sengketa
dalam pembagian warisan juga dapat disebabkan oleh adanya profokasi yang datang
dari lingkungan sekitar.
Banyak
orang yang bingung dalam pembagian warisan keluarga sehingga mereka melakukan
curhat kepada lingkungan pergaulan seperti teman kantor, teman di medsos dan
lingkungan lainnya. Sementara para ahli waris ini tidak terlebih dahulu
memeriksa pergaulannya, apakah orang yang dicurhati itu memahami pembagian
warisan dalam islam atau tidak.
Walhasil,
ahli waris yang curhat pada lingkungan pergaulan mereka mendapatkan jawaban
yang bersifat profokatif dan tidak menyelesaikan masalah warisan. Lalu hasil
curhat dengan teman pergaulan itu dibawa ke tengah-tengah keluarga untuk
membahas tentang warisan. Terjadilah sengketa dalam pembahasan warisan keluarga
itu.
Beberapa
fenomena serupa juga bisa dimasukkan sebagai profokasi lingkukangan pergaulan
seperti bertanya tentang pembagian warisan dalam pengajian-pengajian di masjid
dan musholla atau majlis taklim tanpa peduli dengan kapasitas guru yang
mengajar di tempat pengajian tersebut.
Perlu
diakui bersama bahwa pimpinan masjid, musholla dan majlis taklim dan juga guru
yang mengajar di tempat tersebut tidak semuanya memahami tentang hokum waris
islam dalam pembagian warisan.
Di sisi
lain pertanyaan yang diajukan seorang ahli waris belum tentu mewakili ahli
waris yang lain. Banyak juga ahli waris yang bertanya kepada para guru di
masjid, musholla dan majlis taklim dengan niat mencari dukungan untuk persepsi
yang telah terbangun di dalam dirinya.
Semua itu menjadi
penyebab secara langsung atau tidak langsung akan terjadinya sengketa warisan
keluarga.
Jika kita
sudah mengetahui penyebab sengketa warisan tersebut maka berikut saya uraikan
bagaimana mengantisipasinya.
- Jalin hubungan baik dengan seluruh ahli waris
- Buat kesepakatan untuk pemecahan warisan
- Mencari calon mediator yang memiliki kompetensi ilmu faroidh
- Membersihkan hati dari kecurigaan kepada sesame ahli waris
- Berkomitment untuk tunduk hanya kepada hokum waris islam.
Mari kita
lihat teladan dari nabi saw dalam pemecahan warisan keluarga yang ada dalam
pembegian warisan sahabat Saad bin robi’ yang syahid dalam jihad.
وروى الترمذي ، وأبو داود ، وابن ماجه ، عن
جابر ، قال : جاءت امرأة سعد بن الربيع فقالت لرسول الله «إنّ سعداً هلك وترك
ابنتين وأخاه ، فعمد أخوه فقبض ما ترك سعد ، وإنّما تنكح النساء على أموالهنّ» فلم
يجبها في مجلسها ذلك ، ثمّ جاءته فقالت «يا رسول الله ابنتَا سعد» فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم " ادعُ لي أخاه " فجاء ، فقال : " ادفع إلى
ابنتيه الثلثين وإلى امرأته الثمن ولك ما بقي " ونزلت آية الميراث .
Saad bin
robi’ telah syahid di medan jihad, ia memiliki kekayaan dan meninggalkan
seorang istri, 2 orang putri serta seorang saudara laki-laki. Saudara laki-laki
saad ingin menguasai seluruh harta warisan saad sehingga istri saad
melaporkannya kepada rasulullah saw.
Rasulullah
saw pun mengumpulkan seluruh ahli waris dan membagikan warisan. Beliau bersabda: 2
putri saad mendapat jatah 2/3 warisan, istrinya mendapat 1/8 warisan dan sisa
warisan diberikan kepada saudara laki-laki saad sebagai asobah. Lalu turunlah
ayat 11-14 an-nisa.
PENUTUP
Demikianlah
uraian singkat yang lahir dari kepedulian saya terhadap sengketa warisan yang
ada di tengah-tengah masyarakat muslim kita. Semoga uraian tersebut dapat
member pencerahan kepada seluruh keluarga muslim Indonesia sehingga sengketa
warisan dapat di minimalkan kemunculannya saat pembagian warisan keluarga. Amin
Wallahu’alam
bissowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar